TANGERANGNEWS.CO.ID, Tangerang | Gangguan jaringan internet yang berdampak pada aplikasi Absen Online ASN-G milik Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tangerang memunculkan dugaan adanya kaitan dengan proyek pengadaan jaringan internet senilai Rp 105 miliar yang dikerjakan oleh PT PNI. Proyek yang dikontrak untuk periode 2021–2025 tersebut sebelumnya dihentikan penyelidikannya oleh Kejati Banten karena dianggap tidak ditemukan unsur pidana. Namun, gangguan operasional aplikasi yang terus berlangsung membuka potensi adanya bukti baru (novum) untuk membuka kembali kasus ini.
Gangguan ini disebabkan oleh keterbatasan pasokan internet yang tidak mampu memenuhi kebutuhan operasional aplikasi ASN-G. Dias Mardiwibowo, Sekretaris Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Tangerang, mengakui bahwa jaringan internet menjadi kendala utama dalam pengoperasian aplikasi tersebut. Sebagai langkah darurat, absensi sementara waktu dialihkan menggunakan sistem fingerprint.
“Penyebab utama gangguan adalah keterbatasan suplai internet untuk menyuplai server aplikasi. Kami sedang memulihkan jaringan secara bertahap,” ujarnya saat dikonfirmasi, Selasa (14/01/2025).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Indikasi Ketidaksesuaian Spesifikasi dengan Kontrak
Berdasarkan kontrak yang ditandatangani Pemkab Tangerang dengan PT PNI, layanan internet yang disediakan menggunakan spesifikasi 1000 Mbps DIAMANTE Last Mile Domestic 100 Mbps, yang seharusnya mampu mendukung kebutuhan jaringan seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD), termasuk aplikasi ASN-G. Gangguan yang berkepanjangan ini mengindikasikan kemungkinan ketidaksesuaian antara layanan yang diberikan dengan spesifikasi yang disepakati dalam kontrak.
Dalam konteks hukum pengadaan barang dan jasa, ketidaksesuaian ini dapat dikategorikan sebagai bentuk wanprestasi (cidera janji) yang melanggar Pasal 27 ayat (2) Peraturan Presiden No. 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Selain itu, jika terbukti bahwa jaringan internet tidak memadai, maka potensi kerugian negara dapat muncul akibat pembayaran penuh terhadap layanan yang tidak sesuai.
Bukti Baru untuk Membuka Kembali Kasus
Gangguan jaringan internet ini dapat menjadi bukti baru (novum) untuk membuka kembali kasus dugaan penyimpangan pengadaan internet senilai Rp 105 miliar. Berdasarkan Pasal 109 ayat (2) KUHAP, penghentian penyidikan dapat dicabut jika ditemukan bukti baru yang relevan. Fakta bahwa layanan internet yang disediakan oleh PT PNI tidak mampu memenuhi kebutuhan pemerintahan dapat menjadi dasar untuk mengaudit ulang pelaksanaan proyek ini.
Indikasi adanya pelanggaran juga dapat diperkuat melalui audit teknis terhadap kualitas jaringan yang disediakan. Jika ditemukan bahwa layanan yang diberikan tidak sesuai spesifikasi kontrak, maka potensi pelanggaran hukum dapat mencakup:
- Kerugian negara, sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
- Kelalaian pengawasan oleh Dinas Kominfo sebagai pengguna anggaran, yang dapat dikategorikan sebagai penyalahgunaan wewenang.
- Pengaturan dalam proses pengadaan, jika ditemukan bahwa pemilihan PT PNI sebagai penyedia jasa tidak melalui mekanisme yang bersih dan transparan sesuai Pasal 6 Peraturan Presiden No. 16 Tahun 2018.
Tanggung Jawab Hukum dan Pemulihan Kepercayaan Publik
Gangguan jaringan internet ini tidak hanya berdampak pada administrasi absensi ASN, tetapi juga mencerminkan potensi lemahnya pengawasan dan pengelolaan proyek pengadaan internet oleh Pemkab Tangerang. Pemerintah harus segera melakukan audit independen untuk mengungkap akar masalah ini. Jika ditemukan bukti kuat adanya pelanggaran, maka kasus ini harus dilaporkan kembali kepada aparat penegak hukum, termasuk Kejati Banten dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Pemulihan fungsi jaringan internet dan aplikasi ASN-G menjadi tanggung jawab mendesak Pemkab Tangerang, sekaligus menjadi langkah untuk membuktikan komitmen pemerintah daerah dalam memberikan pelayanan yang optimal kepada masyarakat. Publik berharap agar kasus ini tidak berhenti tanpa kepastian hukum, terutama jika ada indikasi kerugian negara.
Upaya membuka kembali kasus ini bukan hanya untuk memastikan keadilan, tetapi juga menjadi bentuk perlindungan terhadap anggaran negara dan hak-hak masyarakat atas layanan publik yang berkualitas. PT PNI dan pihak terkait harus bertanggung jawab jika terbukti bahwa gangguan ini merupakan akibat dari penyimpangan dalam pelaksanaan proyek pengadaan internet senilai Rp 105 miliar.(red)