TANGERANG NEWS – Dolar Amerika Serikat (AS) kini sudah tembus level Rp 15.400. Hal ini disebabkan seiring dengan penguatan dolar dan aksi jual investor asing terhadap surat utang negara (SUN).
“Pagi ini, pelemahan Rupiah terhadap US$ terus berlanjut seiring penguatan US$ secara global dan aksi profit taking terutama di pasar SUN,” ujar Ekonom Maybank Indonesia, Myrdal Gunarto kepada CNBC Indonesia, Kamis (21/9/2023).
Dilansir dari Refinitiv, rupiah tercatat melemah 0,16% terhadap dolar AS ke level Rp15.400/US$ dan sempat menyentuh titik tertingginya di angka Rp15.410/US$ atau tertinggi sejak 10 Maret 2023.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Indeks dolar AS (DXY) pada pukul 10.05 WIB tercatat berada di posisi 105,64 atau tertinggi sejak 30 November 2022 ini menjadi tekanan nilai tukar rupiah semakin terpuruk.
Myrdal menilai penguatan dolar AS sebetulnya terjadi secara global karena posisi indeks Dolar AS terhadap mata uang utama dunia atau DXY kemarin ditutup naik dari 105.13 pada 19 September 2023 menjadi 105.33 pada 20 September 2023.
Sementara, itu nilai kepemilikan investor asing di surat utang negara juga anjlok dari Rp 848,68 triliun atau 15,42% dari total kepemilikan surat utang pada 05 September 2023 menjadi Rp 836,01 triliun atau 15,33% dari total pada 19 September 2023.
Oleh sebab itu, ia memperkirakan rupiah akan terus bergerak di kisaran Rp 15.235-15.409 per dolar AS pada bulan ini, dan Rupiah masih rentan melemah terhadap dolar AS jika terjadi aksi jual investor asing di pasar keuangan domestik.
“Ini merespon sentimen global dari hasil rilis data ekonomi Amerika Serikat maupun ekspektasi kenaikan bunga the Fed di sisa periode tahun ini,” ujarnya.
Supaya rupiah dapat terus bertahan stabilitasnya, ia berharap agar Bank Indonesia tetap menjaga suku bunga acuan BI-7 days reverse repo rate di level 5,75%. Meski kondisi terakhir inflasi Indonesia yang relatif rendah di level 3,27% secara tahunan atau tear on year pada Agustus 2023
“Sebenarnya angka inflasi ini memberi ruang bagi BI menurunkan bunga moneternya, akan tetapi kami memandang BI masih akan fokus menjaga stabilitas makroekonomi domestik karena tekanan eksternal melalui beberapa transmisi, seperti nilai tukar Rupiah, investasi pasar keuangan, maupun imported inflation dari sisi energi dan pangan,” tegasnya.